Valentine's Day Budaya Menyesatkan
Sebagai umat Nabi Muhammad saw,tentunya kita tidak begitu saja menerima Valentine’s Day yang sudah membudaya di kalangan muda. Kita berkepentingan untuk meneliti dan menelusuri hakekat Velentine’s Day yang sudah menyangkut akidah. Agar kita tidak kehilangan identitas diri sebagai umat Islam yang hanya boleh mengikuti tradisi yang disinari Al Quran dan petunjuk sunnah Nabi saw.
Sejarah Valentine’s Day tidak dapat dipisahkan dari rangkaian peristiwa dan ritus agama Nasrani. Sejarah menceritakan, bahwa setiap tanggal 14 Februari,selalu diadakan peringatan untuk menghormati mendiang Santo Valentino yang dihukum mati tahun 270 M. Pada hari itu orang-orang Nasrani ”disunnahkan” mengungkapkan perasaan cintanya dengan saling mengirimkan pesan dan hadiah cinta.
Santo Valentino yang diperingati tersebut adalah nama pendeta Kristen yang dianggap pelindung orang-orang yang kasmaran serta penganjur kawin muda. Dia dihukum mati karena melanggar peraturan yang dibuat Emperior Claudius II Ghoticus yang melarang para pasangan muda untuk menikah. Claudius II menganggap bahwa tentara yang masih bujang lebih baik dan berprestasi daripada yang sudah beristri. Hal ini tidak disetujui oleh Santo Valentino. Maka tanpa sepengetahuan sang penguasa, ia menikahkan sepasang pemuda-pemudi. Lantaran perbuatannya itu sang pendeta dipenggal di Roma pada tahun 270 M, (sumber lain tahun 269 M) dan dikuburkan di tepi jalan Flaminia. Lucunya pihak gereja menobatkannya sebagai pehlawan yang melindungi orang bercinta.
Valentine’s Day juga berhubungan dengan upacara keagamaan Romawi yang menyembah dewa Lupercus (dewa kesuburan,padang rumput dan hewan ternak). Juga dihubungkan dengan penyembahan dewa Faunus sebagai dewa alam semesta dan pemberi wahyu yang diadakan di bukit Falatine.
Upacara dimulai dengan mengobarkan beberapa ekor kambing dan seekor anjing. Lalu dua orang pemuda dibawa ke sebuah altar. Sebuah pisau yang berlumuran darah disentuhkan ke kening mereka,dan mereka harus tertawa. Setelah itu, darah di kening dibersihkan dengan kain wool yang dicelupkan ke dalam susu. Kemudian mereka dibagi dua kelompok dan berlari kearah yang berlawanan mengelilingi bukit dan temobk kota Falatine. Mereka mencambuki wanita yang dijumpai guna mengembalikan kesuburannya. Namun ironisnya, para wanita itu justru dengan senang hati menerima cambukan tersebut.
Acara hari Valentine tersebut mulai berkembang sejak kaisar Constrantin (280-337 M),sejak kaesar pertama pemeluk agama Nasrani. Sejak itu,acara hari kasih sayang Valentine diwarnai nuansa kemesuman yang dimulai pesan-pesan cinta yang disampaikan para gadis yang sedang kasmaran dan diletakkan dalam sebuah jambangan kemudian diambil oleh para pemuda. Setelah itu mereka berpasangan dan berdansa yang diakhiri dengan tidur bersama lengkap dengan perzinahannya. Pada tahun 494 M, dewan Gereja yang dipimpin Paus Galasium I mengubah upacara tersebut dengan pofokasi (pembersihan dosa). Paus juga mengubah upacara Lupercalia itu dari tanggal 15 mnejadi 14 Februari yang pada tahun 496 M ditetapkan sebagai Valentine’s Day untuk menghormati Santo Valentino.
Singakatnya, Valentine’s Day adalah budaya yang berakar dari upacara keagamaan ritual Romawi kuno untuk menyembah dewa mereka yang dilakukan dengan penuh kemusyrikan. Upacara yang biasa dilakukan tanggal 14 Februari tersebut disebarluaskan gereja ke masyarakat dunia. Termasuk negeri yang mayoritas penduduknya muslim. Oleh karena itu, dapat kita katakan dengan tegas bahwa Valentine’s day hanyalah tradisi Nasrani yang berakar dari kebudayaan Romawi kuno.
Sungguh memprihatinkan,ternyata acara ini banyak diikuti kaum muda-mudi muslim yang tidak paham dengan akidah dan kurang penghayatan terhadap Islam. Seolah-olah Islam tidak mengenal doktrin cinta kasih yang suci yang tentunya bebas kemaksiatan. Padahal ajaran cinta kasih dalam Islam memiliki kedudukan tinggi sebagaimana yang tercantu dalam Al quran surat At Taubah : 24, Al Baqarah : 165, Al Fath : 29, Al Maidah : 54, dll.
Jelaslah,Valentine’s Day merupakan budaya asing yang tidak Islami. Dan mengikutinya berarti menghidupkan dan melestarikan tradisi jahiliyah. Dan itu nyata-nyata bertentangan dengan syariat Islam. Perayaan dan mengikuti tradisi Valentine’s Day dalam bentuk apapun merupakan perbuatan syirik (karena menyangkut keyakinan dan ritus bukan Islam),maksiat,mengumbar nafsu bahkan sering terjadi perzinahan. Dan merupakan tindakan bodoh yang masuk dalam perangkap penyelengan akidah dan penyesatan perilaku berupa suka ria,pesta pora,foya-foya,hura-hura dan kemubaziran. Dan itu semua merupakan budaya orang Yahudi dan Nasrani.
“Dan selamanya orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang dengan kalian (umat Islam) sebelum kalian mengikuti agama mereka...” (QS. Al Baqarah : 120)
Rasulullah Saw bersabda :
“Sungguh kalian akan mengikuti sunnah (acara-acara,tradisi,sikap,kebiasaan dan gaya hidup ) orang-orang sebelum kamu selangkah demi selangkah hingga kalau mereka masuk lubang biawak sekalipun kalian akan ikut memasukinya.” Para sahabat bertanya :”Maksudnya umat Yahudi dan Nasrani?” Beliau saw menjawab : “Lalu siapa lagi (kalau bukan mereka).” (HR. Bukhari –Muslim)
Bila kita mengikuti acara dan gaya hidup non muslim maka kita dikategorikan Nabi saw termasuk golongan mereka dan tidak diakui sebagai umatnya.
“Barang siapa menyerupai suatu kaum maka ia tergolong kaum itu.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Begitu pula halnya mengikuti tradisi tahun baru dalam bentuk apapun adalah haram hukumnya. Sebab semua itu bukan berasal dari ajaran Islam. Umat Islam seperti dipelopori Umar bin Khathab ra. telah memproklamirkan tahun sendiri berupa Tahun Hijriah yang terhitung dari hijrah Nabi dalam rangka menghijrahkan jalan hidup manusia yang jahiliah kepada Islam. Dan kita patut hanya berbangga dengan bulan-bulan Islam yang disitu Islam senantiasa mengaitkan syiar dan ibadah ritual. Serta menempatkan keutamaan bulan yang telah Allah janjikan termasuk bulan-bulan haram (suci).
Adapun mengenai hukum memanfaatkan momentum acara Valentine’s Day dan tahun baru untuk bisnis barang dan jasa yang khusus mendukung acara tersebut atau acara-acara ritual dan maksiat lainnya,menurut pandangan akidah dan syariah adalah tidak dibernarkan oleh Islam. Karena hal itu termasuk memberi andil pada acara-acara jahiliyah. Padahal Allah melarang kita untuk membantu hal-hal jahiliyah,maksiat dan dosa.
“Dan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan taqwa dan jangan tolong menolong dala perbuatan keji dan dosa.” (QS Al Maidah : 2)
Hal tersebut juga berlaku pada larangan atau haramnya mengadakan acara khusus ibadah keagamaan sebagai pengganti acara malam tahun baru. Seperti, malam muhasabah (intropeksi diri) atau yang lainnya. Sebab acara khusu ibadah keagamaan dalam Islam bila dikaitkan dan dikhususkan dalam momnetum khusus serta tata cara khusus yang tidak dicontohkan Nabi dapat dikategorikan bid’ah (kesesatan) yang dilarang Nabi. Wallahu a’lam wabillahit Taufiq wal Hidayah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar